sumber gambar: antaranews.com |
Istilah DNA kini sudah tidak asing lagi di masyarakat,
banyak kasus-kasus yang diekspose di media massa yang dibuktikan dengan cara
tes DNA, seringkali adalah untuk membuktikan dan mengungkap sebuah kasus kejahatan pembunuhan
yang rumit dan sedikit barang bukti, bahkan kini tes DNA digunakan untuk
membuktikan anak kadung, yang hasilnya cukup akurat.
Lalu, apakah DNA itu? DNA adalah
singkatan dari Deoxyribo Nucleic Acid atau asam deoksiribonukleat. DNA akan membentuk materi genetika yang terdapat di dalam tubuh tiap orang yang diwarisi dari kedua orang tua. DNA merupakan substansi nucleus genetika dari tubuh manusia yang didapati hampir di seluruh sel tubuh manusia tersebut, yang dibawa lahir oleh manusia, seperti air liur, darah, smen (sperma) sel kulit, rambut, urine, keringat dan lain-lain. DNA manusia yang satu berbeda dengan manusia yang lain, tanpa kemungkinan adanya dua manusia yang DNA-nya sama, kecuali dua kembar yang sama persis.
singkatan dari Deoxyribo Nucleic Acid atau asam deoksiribonukleat. DNA akan membentuk materi genetika yang terdapat di dalam tubuh tiap orang yang diwarisi dari kedua orang tua. DNA merupakan substansi nucleus genetika dari tubuh manusia yang didapati hampir di seluruh sel tubuh manusia tersebut, yang dibawa lahir oleh manusia, seperti air liur, darah, smen (sperma) sel kulit, rambut, urine, keringat dan lain-lain. DNA manusia yang satu berbeda dengan manusia yang lain, tanpa kemungkinan adanya dua manusia yang DNA-nya sama, kecuali dua kembar yang sama persis.
Bagaimana cara kerja tes DNA?
Terdapat banyak metode analisis terhadap DNA ini meskipun banyak,
hanya tiga metode yang terkenal dan sering dipakai dalam praktik. Ketiga metode
analisis DNA tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Metode Polymerase Chain Reaction (PCR)
Cara kerja metode PCR ini
adalah dengan mengambil sangat kecil bahan biologi manusia dan menggadakan
menjadi jutaan copy. Dengan proses amplifikasi PCR, yakni dengan penggadaan
tersebut, DNA diproduksi sehingga cukup untuk dilakukan analisis laboratorium
sehingga dapat ditentukan profil DNA.
2.
Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)
Analisis RLFP terhadap
DNA dilakukan dengan jalan mengambil sampel yang mencapai 100.000 buah sel atau
lebih. Dalam hal ini DNA tidak boleh dikecilkan atau dipecahkan ke dalam
pecahan-pecahan yang lebih kecil.
3.
Tes PCR terhadap Mitochondrial DNA
PCR testing terhadap mitochondrial DNA
dilakukan terhadap sampel-sampel yang tidak sesuai untuk tes PCR atau ter RFLP,
seperti untuk sampel tulang yang sudah kering, gigi, ramut, atau dilakukan
terhadap DNA yang sudah sangat terdegradasi.
Alat Bukti Tes DNA
Pada prinsipnya, ada empat macam hasil tes DNA, yaitu:
1.
Inklusi (inclusion)
2.
Ekslusi (exclusion)
3.
hasil yang inkonklusif (inconclusive results)
4.
hasil yang konklusif (conclusive results)
Dengan hasil tes yang inklusi dimaksudkan bahwa hasil tes
DNA dari tempat kejadian perkara matching dengan DNA tersangka sehingga
tersangka terseut “termasuk” (included) sebagai yang dicurigai. Sejauh mana dia
dicurigai bergantung pada seberapa banyak sumber DNA yang diambil karena sumber
DNA dapat diambil sampai 13 sumber. Disamping itu, juga bergantung pada angka statistic
tentang seberapa sering terjadi DNA tersebut dalam populasi penduduk. Sebagai contoh
jika terjadi satu dalam 5 juta akan lebih baik daripada terjadi satu dalam
5.000 penduduk. Dengan demikian, dengan hasil ters DNA yang inklusi ini belum
selamanya berarti bahwa tersangka telah terbukti melakukan kejahatan tersebut.
Kemudian, dengan hasil tes DNA yang ekslusi (exclusion),
berarti hasil tes DNA yang diambil dari lokasi kejadian sama sekali tidak
matching dengan hasil tes DNA yang diambil dari tubuh tersangka, sehingga
tersangka dikeluarkan (excluded) sebagai pelaku kejahatan seperti yang
dituduhkan. Meskipun begitu, hasil tes DNA yang eksklusi tersebut tidak berarti
bahwa tersangka tidak bersalah, tetapi hanya menunjukkan bahwa tersangka tidak
terbukti dengan alat bukti tes DNA.
Adapun hasil tes DNA inkonklusif (inconclusive results)
adalah bahwa hasil tes DNA tidak menghasilkan informasi tentang pelaku
kejahatan. Jadi, tidak bersifat inklusif, tetapi tidak juga bersifat ekslusif. Hal
ini dapat terjadi karena bahan untuk dites DNA terlalu sedikit, bahkan dengan
penggunaan PCR yang sensitive, jumlahnya masih belum mencukupi. Halis yang
inkonklusif ini juga dapat terjadi jika bahan tes DNA sudah bercampur dengan
bahan DNA orang lain sehingga tes DNA tidak dapat memberikan suatu hasil.
Selanjutnya, hasil konklusif adalah hasil ter DNA yang
paling baik dan dapat dipegang kebenarannya. Dalam hal ini, tidak ada keraguan
sama sekali tentang keakuratan dari hasil ters DNA seperti itu.
Seperti juga terhadap pemakaian alat bukti nonkonvensional
lainnya, pemakaian tes DNA sebagai alat bukti dalam hukum acara pidana di
Indonesia dapat dilakkan dengan menggunakan alat bukti serbaguna berupa alat
bukti “petunjuk” (vide Pasal 184 KUHAP) meskipun dengan berbagai kelemahannya,
yang dapat dipergunakan sebagai terobosan bagi hakim-hakim dalam kasus pidana.
Dalam hal ini, keberadaan hasil tes DNA tersebut dapat menjadi bukti petunjuk
bagi hakim dalam mengamil putusannya dalam kasus-kasus pidana tersebut.
Bukti petunjuk itu sendiri hanya dapat diperoleh hakim
melalui ketrangan saksi, surat, atau keterangan terdakwa. Dengan demikian,
dalam keterangan saksi, dalm bukti surat, atau dalam keterangan terdakwa dalam
suatu kasus, hakim dapat mengkaji lebih jauh tentang alat bukti tes DNA. Apabila
cukup layak, hakim dapat mempergunakannya sebagai bukti petunjuk.
Disamping itu, bantuan dari alat bukti berupa keterangan
ahli dalam menafsirkan makna dari pemuktian dengan memakai alat bukti tes DNA
terseut juga sering dipergunakan di pengadilan, yang dapat memuat duduk perkara
dan pembuktian menjadi semakin jelas bagi hakim.
Demikian semoga bermanfaat.
Sumber:
- Munir Fuadi, Teori Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012
- http://www.alodokter.com