sumber gambar: jpnn.com |
Isu makar saat ini sedang
hangat-hangatnya, beberapa kali terdengar di Media massa, Kapolri (Kepala
Kepolisian Negara Repulik Indonesia) Jenderal Tito Karnavian menyebutkan kata makar,
terlebih dengan diterbitkannya Maklumat Nomor : Mak/04/XI/2016, tanggal 21
November 2016 oleh Kepala Polda Metro Jaya, Irjen Pol Mochamad Iriawan.
Ditambah lagi pernyataan Panglima TNI (Tentara Nasional Indonesia) Jend. Gatot
Nurmantyo yang menyatakan "Apabila yang dikatakan Kapolri, ada tindakan
makar maka itu bukan urusan polisi saja tapi sudah urusan TNI," menambah
semakin panas dan naik tensi di masyarakat.
Makar sebagai Kejahatan Keamanan Negara
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, kejahatan yang paling pertama di atur dalam Buku II Bab I adalah
mengenai kejahatan terhadap keamanan negara, pada Pasal 104 KUHP diatur bahwa:
“Makar dengan maksud untuk membunuh,
atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil
Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.”
Kemudian ditegaskan lagi dalam Pasal
107 KUHP sebagai berikut:
Pasal 107
(1) Makar dengan maksud untuk
menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas
tahun.
(2) Para pemimpin dan para pengatur
makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Lalu bagaimana dengan aksi-aksi tahun
1965 pada era Soekarno dan aksi-aksi unjuk rasa pada Reformasi tahun 1998 di
Era Soeharto, apakah itu termasuk makar dengan maksud untuk menggulingkan
pemerintah?, untuk menjawab hal itu silahkan kaitkan peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada saat itu kemudian apakah masuk pada rumusan pasal-pasal di atas.
Unjuk Rasa, Menyampaikan Pendapat
Dimuka Umum adalah Hak Konstitusional
Mengenai hak menyampaikan pendapat,
aksi unjuk rasa atau demonstasi, diatur dalam Konstitusi dan beberapa
undang-undang sebagai berikut:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (sekarang 2002)
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
Undang-undang.
Pasal 28 E
(1)……………
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan
meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati
nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
- Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
Pasal 1 ayat (1)
“Kemerdekaan menyampaikan pendapat
adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan,
tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
- Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 23
(1)……………….
(2) Setiap orang bebas untuk
mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya,
secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan
memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan
keutuhan bangsa.
Pasal 25
Setiap orang berhak untuk menyampaikan
pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 44
Setiap orang baik sendiri maupun
bersama-sama berhak mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan
kepada pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif,
dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Berdasarkan uraian pasal-pasal tersebut
di atas maka telah nampak jelas bahwa setiap warga negara bebas untuk
menyampaikan pendapatnya baik itu secara lisan maupun tulisan dengan cara unjuk
rasa di muka umum atau cara-cara yang lebih dingin dalam sebuah forum, namun
demikian harus memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban,
kepentingan umum, dan keutuhan bangsa, karena untuk mewujudkan maksud sesuai
haknya di sisi lain ada hak orang lain yang juga harus dihormati.
Keterlibatan TNI dalam Mengamankan
Unjuk Rasa atau Demonstrasi
Kembali pada topik pembahasan pada
tulisan ini adalah mengenai keterlibatan unsur TNI yang membantu Polri dalam
mengamankan jalannya kegiatan unjuk rasa atau demonstrasi, sebagaimana yang
kita ketahui bahwa seringkali TNI ikut hadir dan mengamankan pada saat terjadi
unjuk rasa, terlihat cukup unik karena TNI adalah militer bukan sipil,
masyarakat memandang TNI bertugas untuk perang, mempertahankan dan menjaga
kedaulatan negara, dikhawatirkan jika TNI masuk dalam ranah sipil maka sesuatu
kekuasaan yang bersifat militeristik dapat terjadi.
Dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang
No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Republik Indonesia (UU TNI) menyebutkan: “Dalam
pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah
Presiden”., kemudain dalam Pasal 5 disebutkan bahwa “TNI berperan
sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan
kebijakan dan keputusan politik negara.” Untuk mengerahkan TNI sebagai
alat negara dibidang pertahanan memerlukan kebijakan dan keputusan politik
negara yang tidak lain adalah keputusan dari Presiden Republik Indonesia
sebagai pembuat kebijakan dan keputusan politik negara.
Satu dan lain hal masih dalam satu
kesatuan UU TNI pada Pasal 7 ayat (2) menyebutkan: “Tugas pokok sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan (b) operasi militer selain perang, yaitu untuk membantu
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban
masyarakat yang diatur dalam undang-undang”.
Sebelumnya dalam pasal 41 ayat (1)
Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 Tentang kepolisian Negara
Republik Indonesia (UU Polri) mengatur bahwa: “Dalam rangka melaksanakan
tugas keamanan, Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat meminta bantuan
Tentara Nasional Indonesia, yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.”
Lalu bagaimana mekanisme dan tata acara
pemberian bantuan atau permintaan bantuan agar TNI dapat terlibat untuk
membantu Polri dalam melaksankan tugas keamanan negara semisalnya untuk
mengamankan kegiatan aksi unjuk rasa atau demonstrasi? Apakah memerlukan
kebijakan dan keputusan dari Presiden terlebih dahulu?. Dalam pasal 41 ayat (1)
UU Polri hal itu diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP). Hingga
saat ini saya belum menemukan PP tersebut, sehingga menurut saya landasan hukum
dan mekanismenya masih samar-samar dan belum jelas.
Jika pembaca memiliki pendapat lain,
atau mengetahui pengaturan lebih lanjut atas aturan mengenai mekanisme TNI
terlibat membantu Polri dalam mengamankan Unjuk Rasa, Demonstrasi atau kegiatan
lain yang berkaitan dengan domainnya Sipil atau wewenang Polri silahkan untuk
memberikan masukan dan didiskusikan
Demikian Terima kasih semoga
bermanfaat.
Sumber:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indeonesia 1945
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
- Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
- Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
- Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 Tentang kepolisian Negara Republik Indonesia